Sabtu, 21 September 2013

Perhubungan Kota Padang

Pada awalnya rute utama yang menghubungkan kawasan rantau (Kota Padang) dengan darek (pedalaman Minangkabau) masa lalu, adalah jalur yang pernah ditempuh Raffles pada tahun 1818 untuk menuju Pagaruyung melalui kawasan Kubung XIII di Kabupaten Solok sekarang.[121] Saat ini ada tiga ruas jalan utama yang menghubungkan Kota Padang dengan kota-kota lain di Sumatera. Jalan ke utara menghubungkan kota ini dengan Kota Bukittinggi, dan di sana bercabang ke Kota Medan dan Pekanbaru. Terdapat pula cabang jalan di dekat Lubuk Alung ke arah Kota Pariaman. Jalan ke timur menuju Kabupaten Solok dan Kota Solok, yang tersambung dengan Jalan Lintas Sumatera bagian tengah. Sebelumnya, di Arosuka terdapat persimpangan menuju Kabupaten Kerinci melalui Kabupaten Solok Selatan. Jalan ke selatan yang menyusuri pantai barat Sumatera menghubungkan Kota Padang dengan provinsi Bengkulu, melalui Kabupaten Pesisir Selatan. Terminal Regional Bingkuang (TRB) berada di Air Pacah dan selesai dibangun tahun 1999. Terminal ini menggantikan Terminal Lintas Andalas di Olo Ladang. Penggunaan TRB ini tidak seperti yang diharapkan, dan sampai beberapa tahun sesudahnya belum juga dapat menggantikan terminal lama.[122] Setelah gempa tanggal 30 September 2009, TRB dialihfungsikan sebagai kantor pemerintahan daerah Kota Padang untuk sementara waktu.[123] Namun setelah keluarnya Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2011, tentang persetujuan relokasi pusat pemerintahan Kota Padang, kawasan TRB kemudian dialih fungsikan menjadi kawasan pusat pemerintahan kota. Akibatnya saat ini Padang menjadi satu-satunya kota di Indonesia yang tidak mempunyai terminal.[124] Selanjutnya sebagai pengganti pemerintah Kota Padang membangun terminal angkutan penyangga pada tiga lokasi yakni, arah utara di Lubukbuaya, Kecamatan Kototangah, arah selatan di Gaung, Kecamatan Lubukbegalung dan arah timur di Bandarbuek, Kecamatan Lubukkilangan. Penemuan cadangan batubara di Kota Sawahlunto mendorong Pemerintah Hindia Belanda membangun rel kereta api serta rute jalan baru melalui Kota Padangpanjang sekarang, yang diselesaikan pada 1896.[125] Jalur kereta api ini selain menghubungkan Kota Padang dengan Kota Sawahlunto, juga mencapai kota-kota lain seperti Kota Solok, Kota Pariaman, Kota Padangpanjang, Kota Bukittinggi dan Kota Payakumbuh. Saat ini rel kereta api yang aktif hanyalah jalur Pariaman-Padang untuk kereta api wisata, dan Teluk Bayur-Indarung untuk pengangkutan semen. Saat ini pemerintah Kota Padang juga kedatangan Railbus buatan PT INKA Madiun. Railbus akan melayani rute Padang ke Bandara Internasional Minangkabau dan sebaliknya. Menjelang infrastruktur selesai, Railbus ini akan dipergunakan sebagai angkutan penumpang dengan rute Padang—Pariaman dan sebaliknya.[126] Angkutan dalam kota dilayani oleh bus kota, mikrolet dan taksi. Seperti hal kota-kota besar lainnya di Indonesia, kemacetan merupakan masalah serius dalam sistem transportasi, dan sebagai target jangka panjang untuk mengatasi masalah tersebut, kota ini juga menerapkan sistem transportasi bus rapid transportation (BRT) atau yang dikenal dengan istilah busway.[127] Sementara saat ini di pusat kota masih dapat ditemukan bendi (sejenis kereta kuda), sedangkan ojek biasanya beroperasi di perumahan dan pinggiran kota. Kota Padang memiliki beberapa kawasan pelabuhan. Tercatat sejak tahun 1770 diberangkatkan dari pelabuhan kota ini 0,3 miliar pikul lada dan 0,2 miliar gulden emas per tahunnya.[128] Pelabuhan Muara sekarang ini berfungsi melayani transportasi laut untuk kapal ukuran sedang terutama untuk tujuan ke atau dari Kabupaten Kepulauan Mentawai dan kawasan sekitarnya. Sedangkan pelabuhan Teluk Bayur melayani pengangkutan laut untuk ukuran kapal besar baik ke kota-kota lain di Indonesia maupun ke luar negeri. Pelabuhan Teluk Bayur mulai beroperasi pada tahun 1892, dan sebelumnya bernama Emmahaven. Sekarang kedua pelabuhan ini dikelola oleh PT Pelindo II. Sampai tahun 2005, Bandar Udara Tabing melayani perhubungan udara Padang dengan kota-kota lain. Bandar udara ini yang tidak dapat didarati oleh pesawat berbadan besar, dan karena itu dapat mengimbangi naiknya jumlah calon penumpang. Pengembangannya terbatas karena posisinya yang terhalang Gunung Pangilun dan Bukit Sariak.[129] Maka tanggal 23 Juni 1999 ditetapkan lokasi baru pengganti bandar udara ini.[130] Dengan selesainya pembangunan Bandar Udara Internasional Minangkabau[131] di Ketaping, Kabupaten Padang Pariaman, penerbangan sipil dialihkan ke bandara baru tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar