Senin, 14 Januari 2013

Jkt

JAKARTA – Akhir bulan lalu di Masjid Al Jabbar
Jatibening Estate, kembali diadakan Tahajud &
Muhasabah yang dipimpin oleh Ustadz
Komaruddin Cholil dari Daarut Tauhiid
Bandung. Kang Komar -begitu biasa kami
menyapanya- adalah mantan Kepala
Rombongan (Karom) Kelompok 3 Haji DT
1426H yang kami ikuti. Saat ini beliau masih
aktif sebagai Kepala Divisi Pelatihan Yayasan
Daarut Tauhiid Bandung.
Adalah suatu kebetulan yang menyenangkan
ketika pertama kali mendengar kabar kang
Komar diundang oleh pengurus taklim Masjid
Al Jabbar untuk mengimami sholat Tahajud
berjamaah dan memberikan tausiyah ba’da
sholat subuh pada hari Sabtu terakhir tiap
bulannya. Mengapa disebutkan kebetulan yang
menyenangkan karena Masjid Al Jabbar
terletak di seberang komplek perumahan kami
dan kami pun awalnya tidak mengenal sama
sekali dengan pengurus Masjid Al Jabbar
tersebut. Jadilah kami anggota ‘sisipan’ majelis
taklim tiap bulannya dan alhamdulillah para
pengurus dan jamaah sangat membuka lebar
tangannya untuk menyambut kehadiran diri ini
di acara itu.
Sabtu kemarin, kang Komar ternyata menginap
di Masjid Al Jabbar. Ini dikarenakan bulan lalu
beliau absen karena terlambat bangun untuk
pergi ke Bekasi. Maklum, kang Komar yang
super sibuk ini tinggal di Bandung dan untuk
pergi ke Bekasi minimal harus menempuh
waktu 2 jam.
Ada yang sempat aku catat waktu menghadiri
muhasabah dan tausiyah kang Komar sabtu
kemarin. Salah satunya adalah 5 Tanda Orang
Bertaqwa menurut Syaidinna Usman bin Affan:
1. Tidak suka bergaul kecuali bergaul
dengan orang-orang yang sholeh/
sholehah, yang menjaga lisannya.
Seperti penggalan lagu Tombo Ati, salah
satunya adalah bergaul dengan orang-
orang sholeh karena kita akan
mendapatkan banyak dakwah, masukan,
kritik yang membangun dan ketenangan
bila mendapatkannya dari orang-orang
yang hanya mengucap kebenaran.
2. Jika mendapat musibah duniawi, ia
menganggapnya sebagai ujian dari Allah
SWT.
Salah satu yang mengangkat diri kita di
mata Allah adalah lulusnya kita dari ujian
yang diberikanNya. Ujian bukan hanya
yang bersifat bala musibah, namun
kenikmatan dalam hidup ini adalah ujian
yang lebih besar. Bila diberikan musibah
orang lebih mudah ingat kepada Allah
namun saat diberi ujian kenikmatan, saat
itulah Allah benar-benar sedang menguji
kita.
3. Jika mendapat musibah dalam urusan
agama ia akan sangat menyesalinya.
Teringat cerita Syaidina Umar bin
Khattab yang ketinggalan satu rakaat
shalat Ashar di Masjid hanya karena
beliau sedang asyik berada dalam kebun
kurmanya. Mengetahui dirinya telah
tertinggal satu rakaat dalam berjamaah,
Syaidina Umar pun begitu menyesali
perbuatannya sehingga kebun kurma
yang dianggap sebagai penyebab
musibah itu akhirnya dijual.
4. Tidak suka memenuhi perutnya dengan
makanan haram & tidak sampai kenyang.
Ini merupakan manifestasi dari sabda
Rasulullah yang berbunyi ‘Makanlah
sebelum engkau lapar dan berhentilah
makan sebelum kenyang‘. Sungguh suatu
perintah yang seakan-akan mudah
dilaksanakan namun saat
mempraktekannya dalam kehidupan
sehari-hari betapa sulitnya melakukan
hal itu. Dari sinilah bentuk ketakwaan
seorang mukmin dibentuk.
5. Apabila memandang orang lain, orang itu
lebih sholeh dari dirinya. Tapi bila
memandang diri sendiri, dirinya adalah
orang yang penuh dosa.
Nampaknya banyak diantara kita, apalagi
yang telah diberikan hidayah dari Allah
berupa kenikmatan dalam beribadah,
kemudahan dalam bertahajud,
keringanan dalam berpuasa sunah atau
keindahan dalam melantunkan ayat-ayat
Al-Qur’an, mudah menganggap dirinya
lebih sholeh dibanding lainnya. Padahal
sikap merendah adalah salah satu yang
dianjurkan oleh Rasul. Belajar tawadhu’
dan senantiasa melakukan amal ibadah
tanpa membandingkan dengan orang lain
adalah start yang baik untuk
meningkatkan kualitas ketakwaan diri.
Sebelum mengakhiri tausiyah subuh kala itu,
kang Komar juga memberitahukan ada 4 waktu
yang tidak boleh disia-siakan, yaitu:
Waktu untuk bermunajat
Setiap saat, bahkan saat mau tidur pun
disunnahkan bertasbih, berzikir atau
membaca Kalamullah. Bila kita tertidur
saat kita sedang bermunajat, insya Allah
kita dianggap sedang berdoa selama kita
tidur, subhanallah.
Waktu untuk meminta maaf dan
berterima kasih
Tanpa pernah tahu kapan kepulangan kita
ke Illahi Robbi, manfaatkan waktu yang
ada untuk meminta maaf atas segala
kesalahan kita dan berterima kasih
kepada siapa-siapa yang telah membantu
kita dalam hal apapun. Terutama bagi
yang masih memiliki orang tua, sekarang
juga kirim doa dan hubungi mereka,
ucapkan maaf dan terima kasih atas
segala yang telah mereka lakukan kepada
kita.
Waktu untuk mengevaluasi diri
Bertafakur, mengingat-ingat kembali
dosa yang pernah dilakukan dan berjanji
untuk tidak melakukannya kembali
adalah perbuatan terpuji. Kadang dengan
seringnya kita mengevaluasi diri kita,
apa-apa yang menjadi kekurangan
maupun kelebihan dalam hidup ini, dapat
menjadikan modal yang berharga untuk
masa depan.
Waktu untuk beramal sholeh
Tidak perlu menunggu tanggal gajian,
seberapapun yang kita miliki saat melihat
ada yang sedang membutuhkan, mari
ulurkan tangan. Allah akan melihat
sekecil apapun amal ibadah kita dan akan
menggantinya berlipat ganda apabila
keikhlasan ada dibalik perbuatan kita
membantu sesama.
Alhamdulillah, sepulangnya dari Al Jabbar,
kang Komar bersedia meluangkan waktunya
untuk mampir ke rumah kami. Namun
kedatangan yang mendadak ini nampaknya
kurang bisa diantisipasi oleh Utami yang
kebetulan berhalangan untuk bertahajud di Al
Jabbar.
Awalnya, aku menawari kang Komar untuk
sarapan pagi. Beliau dan dua orang temannya
pun mengikutiku pulang. Sampai di rumah,
ternyata LPG sedang habis dan pagi itu tabung
yang terisi ngadat pula tak mau menyala.
Alhasil, kang Komar dan rombongan hanya
menyeduh teh hangat dan snack ala kadarnya.
Rencana untuk sarapan bersama pun buyar
karena beliau harus segera kembali ke
Bandung untuk mengisi jadwal kegiatan
berikutnya.kkkijio
Duh malunya!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar